2024 di mata Segara
Aku tidak bisa lagi menyembunyikan kegelisahanku akan waktu. Meski sudah kubendung, tetap saja keluh kesahku meluap. Pertanyaanku selalu sama. Mengapa waktu berlalu begitu cepat? Mengapa aku merasa seperti tengah tergilas ombak yang begitu deras? Apakah ada yang salah dengan cara pandangku? Atau memang dunia kini menjadi lebih beringas?
Satu tahun berlalu tanpa permisi. Jutaan detik telah kutelan namun aku masih merasa lapar. Aku yakin ini bukan hanya keluhanku, ini adalah keluhan banyak manusia di muka bumi ini. Entah fenomena apa yang sedang kita alami saat ini. Tubuhku selalu kegerahan, suasana di sekitarku berangsur mencekam.
Siapa yang menggagas konsep di mana kita harus selalu memiliki lebih? Menjadikan harta dan tahta sebagai tujuan utama? Karena tampaknya aku tengah terkena racunnya. Buktinya aku tidak pernah merasa cukup. Aku memiliki tendensi untuk menjadi pribadi yang rakus. Karena ini bukan lagi tentang kerja keras, ini lebih tentang ambisi untuk menguasai dan memiliki dengan cara apapun itu.
Bahayanya tidak ada batas akhir, tidak ada titik di mana kita akan puas. Kita akan selalu melihat ke depan untuk memenuhi apa yang dirasa kurang. Kita sibuk membangun diri namun lupa memelihara apa yang sudah kita miliki. Ketamakan menjalar secara perlahan sampai membuat kita lupa dengan kenyataan bahwa waktu itu bersifat sementara. Hari ini, besok, lusa, kapanpun itu waktu kita di dunia bisa habis masa berlakunya.
Maka akan aku tanggalkan harapanku di tahun ini. Bukan berarti aku tidak bergerak, aku akan beranjak namun dengan tempo yang lebih lambat. Aku ingin menikmati setiap detik secara lebih utuh. Karena terlalu sering aku menghabiskan waktu untuk tengadah, melihat mimpi yang kutancapkan setinggi langit. Sepertinya ada baiknya bila aku mulai melihat ke bawah, menafsirkan secara perlahan pahit dan manisnya kehidupan.
Segara Banyu Bening