Malam. Cahaya yang sebelumnya menerangi belahan bumi ini telah bergerak dan menjauh. Apa yang sebelumnya terlihat dengan jelas perlahan memudar. Dedaunan yang nampak indah pada siang hari telah tenggelam dalam gelap. Warna-warni bunga yang hadir sebagai pemanis pekarangan tampak samar-samar. Segala keindahan yang sebelumnya tertangkap oleh mata kini telah dirampas. Tak berdaya, kita hanya bisa pasrah dan menjauh dari gelap, menjauh dari malam.
Lentera yang menghasilkan cahaya buatan sepertinya tidak cukup. Kita yang terlanjur takut dengan ketidakpastian akan selalu merasa khawatir. Bagi kita, yang ada dalam gelap hanyalah kegelisahan. Kegelisahan yang telah lama bersembunyi di antara semak belukar dan rindangnya pepohonan. Rasa gelisah ini terus bersemayam di dalam dada. Misteri yang belum terpecahkan ternyata masih menjadi beban. Kita yang kebingungan, hanya dapat meringkuk di sudut ruangan yang sepi, menanti sebuah jawaban.
Apakah gelap itu salah? Apakah terang merupakan sebuah kebenaran yang mutlak? Akan tetapi, bukankah isi dari keduanya sama saja?
Mungkin cahaya yang sesungguhnya akan muncul apabila kita coba untuk melihatnya secara utuh. Cahaya yang seringkali kita tangkap, sepertinya hanya berasal dari apa yang kita lihat, bukan dari apa yang kita rasakan. Padahal, bukankah kabut kemunafikan sudah semakin tebal? Sepertinya salah apabila kita mudah percaya dengan apa yang ada di depan mata. Bisa saja kebenaran yang selama ini kita cari telah bersembunyi dalam gelap, berbagai umpatan mungkin telah membuatnya takut untuk bersuara. Sepertinya yang dapat kita lakukan adalah yakin, dalam wujud apapun itu, kebenaran yang sesungguhnya akan kembali menyeruak.
– Segara