Pengalaman mengubah cara pandang kita terhadap kebahagiaan. Karena semakin kita tahu, semakin banyak yang kita inginkan. Padahal dulu kebahagiaan adalah pencapaian yang sederhana. Apalagi bila kita tarik ke belakang di saat kita masih balita. Dulu, beberapa gerakan tangan saja bisa membuat kita tertawa, permainan ekspresi dapat memembuat hari kita berwarna.
Tapi begitulah adanya. Keinginan ikut berkembang bersama wawasan. Kita tidak bisa menahannya. Kita selalu ingin menjadi manusia yang lebih baik, menambal ilmu yang kurang, mencari sesuatu yang baru. Dengan melakukannya, kita telah meningkatkan standar kebahagiaan. Penilaian kita akan berbagai hal berubah secara perlahan.
Apalagi di era digital seperti sekarang ini. Gempuran informasi membuat kita ingin banyak hal. Padahal belum tentu hal tersebut kita butuhkan. Bisa saja kita hanya terlena dengan ilusi yang mereka sodorkan. Arus kapitalis yang begitu deras terus berusaha untuk memeras kita sampai habis.
Mungkin yang terbaik adalah membatasi diri. Karena keinginan juga harus disesuaikan dengan realita. Kita harus sadar bahwa keindahan dunia bukan untuk kita telan semuanya. Setiap manusia memiliki batas yang berbeda-beda. Jangan bandingkan kebahagiaan mereka dengan kebahagiaan kita. Karena kebahagiaan harusnya bersifat individual, bukan untuk dipertandingkan.
Lagipula kita dapat merasakan bahagia bila kita juga mengenal sedih. Maka jangan abaikan perasaan yang lain. Nikmati ketidaknyamanan yang ada saat bahagia belum kita dapatkan. Percaya bahwa berbagai emosi itu bermanfaat meski seringkali membawa kegalauan. Karena tanpa adanya derita, kebahagiaan akan terasa hampa.
Segara Banyu Bening